Kehadiran Maria di Ain Karim
KEHADIRAN MARIA DI AIN KARIM
Hari ini, kita merenungkan dan mengenang peristiwa penting yang terjadi lebih dari dua ribu tahun yang lalu—kunjungan Santa Perawan Maria kepada sepupunya, St. Elizabeth. Perjumpaan antara dua wanita luar biasa ini, keduanya dipilih oleh Tuhan untuk tujuan yang luar biasa, memiliki arti penting yang besar dan menawarkan wawasan yang mendalam tentang sifat iman, kerendahan hati, dan kuasa pemeliharaan ilahi.
Saat kita mendalami kisahnya, kita menemukan diri kita dibawa ke masa ketika Maria, setelah menerima pesan malaikat Gabriel bahwa dia akan mengandung dan melahirkan Putra Allah, melakukan perjalanan untuk mengunjungi Elisabet, yang secara ajaib mengandung seorang anak di usia tuanya, Yohanes Pembaptis. Maria, menyadari kehamilan Elisabet, melakukan perjalanan ini bukan karena kewajiban atau rasa ingin tahu belaka, melainkan karena keinginan yang tulus untuk berbagi dalam kegembiraan dan berkat yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka.
Mari kita berhenti sejenak untuk merenungkan makna dari perjumpaan ini. Maria, seorang wanita muda yang belum menikah, dan Elisabet, seorang wanita tua yang telah mengalami kemandulan selama bertahun-tahun, keduanya mengalami kehamilan yang tidak terduga dan ajaib. Dalam pertemuan mereka, mereka menjadi saksi hidup atas karya Tuhan yang luar biasa dan pemenuhan janji-janji-Nya. Perjumpaan mereka mengingatkan kita bahwa rencana Tuhan sering terungkap dengan cara yang tidak dapat kita antisipasi atau pahami sepenuhnya, dan waktu-Nya selalu tepat.
Sangatlah penting untuk memahami kerendahan hati dan iman yang diperlihatkan oleh kedua wanita dalam perjumpaan ini. Maria, hamba Tuhan yang masih muda dan rendah hati, dengan kerendahan-hati menerima kata-kata Elizabeth dan menanggapinya dengan Magnificat yang indah, sebuah lagu pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan. Dalam kidung pujian yang luar biasa ini, Maria mengagungkan kebesaran Allah, mengakui belas kasih dan kesetiaan-Nya, dan mengakui keadaannya yang rendah sebagai alat dalam rencana Ilahi Allah. Kata-katanya beresonansi dengan pemahaman yang mendalam bahwa dia hanyalah bejana yang melaluinya kehendak Tuhan terlaksana.
Elizabeth, juga, menjadi contoh kerendahan hati dan iman yang luar biasa. Dia mengakui dan menyatakan makna dari kunjungan Maria, mengetahui bahwa ibu Tuhannya berdiri di hadapannya. Kata-kata Elizabeth menggemakan perasaan Yohanes Pembaptis, yang kemudian menyatakan, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yohanes 3:30). Dalam pengakuannya atas peran Maria dan sikap taatnya sendiri, Elisabet menunjukkan kerendahan hati yang besar dalam menerima dan merangkul rahmat Allah.
Pertemuan antara Maria dan Elisabet ini berfungsi sebagai bukti kuat akan ikatan yang dimiliki oleh mereka yang percaya pada janji Tuhan. Itu menggambarkan pentingnya komunitas, dukungan, dan dorongan timbal balik dalam perjalanan spiritual kita. Maria dan Elizabeth menemukan penghiburan dan penegasan di hadapan satu sama lain, memperkuat iman mereka dan menegaskan kembali tujuan mereka. Demikian pula, kita dipanggil untuk mengelilingi diri kita dengan orang-orang yang memiliki iman yang sama, untuk saling mengangkat dan menginspirasi saat kita menghadapi tantangan dan kegembiraan hidup.
Saat kita merenungkan kunjungan Santa Perawan Maria kepada sepupunya Elisabet, marilah kita diingatkan akan pelajaran mendalam yang tertanam dalam peristiwa luar biasa ini. Semoga kita memupuk kerendahan hati, iman, dan kepatuhan dalam hidup kita, seperti yang Maria dan Elisabet lakukan. Marilah kita berusaha untuk mengenali dan merangkul rencana ilahi Tuhan bagi kita, bahkan ketika ada banyak ketidakpastian di hadapan kita.
Bahkan ketika kita tidak dapat sepenuhnya memahami cara kerja rencana Allah yang rumit, kita dipanggil untuk percaya pada hikmat dan pemeliharaan-Nya. Perjalanan Maria dan Elizabeth mengajarkan kita bahwa waktu Tuhan itu sempurna, dan Dia seringkali bekerja dengan cara yang melampaui pemahaman kita yang terbatas.
Dalam kehidupan kita sendiri, ada saat-saat ketika kita mungkin menghadapi ketidakpastian, kemunduran, atau keinginan yang tidak terpenuhi. Kita mungkin mempertanyakan mengapa jalan-jalan tertentu telah dipilihkan untuk kita atau mengapa doa-doa tertentu tampaknya tidak terkabul. Pada saat-saat inilah kita dapat menemukan penghiburan dan inspirasi dalam kunjungan Maria dan Elisabet.
Maria, membawa dalam dirinya janji Mesias, memulai perjalanan yang baru saja merupakan awal dari jalannya yang luar biasa. Kunjungan ke Elizabeth menandai momen penting dalam hidupnya, tetapi tidak memberikan semua jawaban atau menyelesaikan setiap ketidakpastian. Demikian pula, kehamilan ajaib Elizabeth tidak menjamin kehidupan yang bebas dari tantangan atau kesulitan. Kedua wanita itu harus melanjutkan perjalanan mereka, menghadapi cobaan, dan merangkul yang tidak diketahui.
Di tengah ketidaksempurnaan yang dirasakan inilah iman kita diuji dan dikuatkan. Kita dipanggil untuk percaya pada rencana Tuhan, bahkan ketika tampaknya tidak jelas atau belum selesai. Kita diingatkan bahwa jalan Tuhan lebih tinggi dari jalan kita dan pikiran-Nya jauh melampaui pemahaman kita (Yesaya 55:9).
Sama seperti Maria dan Elisabet yang berpegang teguh pada iman mereka dalam menghadapi ketidakpastian, kita juga harus bertekun dalam kepercayaan kita pada kebaikan dan kemahakuasaan Allah. Kita dapat terhibur dengan mengetahui bahwa Allah itu setia, dan Ia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (Roma 8:28).
Selain itu, perjumpaan Maria dan Elisabet mengajarkan kepada kita pentingnya mencari dukungan dan penyemangat dalam perjalanan rohani kita agar bisa bersandar satu sama lain, berbagi kegembiraan, harapan, dan tantangan. Di saat-saat ketidakpastian, sangatlah penting untuk mencari nasihat dan bimbingan dari orang yang tepat yang dapat mengangkat dan menguatkan kita.
Sehubungan dengan ini dalam ensiklik “Fratelli tutti” sri paus Fransiskus menegaskan makna penting dari persaudaraan yang saling meneguhkan. “Fratelli tutti”, dengan kata-kata itu Santo Fransiskus dari Asisi menyapa semua saudara dan saudarinya dan menawarkan kepada mereka cara hidup yang memiliki cita rasa Injil. Di antara petuah petuahnya, saya ingin menyoroti satu yang dengannya ia mengundang orang kepada cinta kasih yang melampaui batas-batas geografis dan jarak jauh. Di sini Fransiskus menyatakan berbahagialah orang yang mengasihi saudaranya “ketika ia berada jauh darinya, sama seperti kalau saudara itu berada di sampingnya. (FT 1). Pernyataan ini terangkum dengan jelas dalam sikap persaudaraan yang ditunjukkan Maria dan Elisabeth. Mereka saling meneguhkan dalam kasih satu terhadap yang lain.
Kunjungan Santa Perawan Maria kepada sepupunya Elisabet berfungsi sebagai pengingat yang kuat akan kekuatan iman, kerendahan hati, dan kepercayaan pada rencana Allah. Hal itu mengajarkan kita untuk merangkul perjalanan kita sendiri, bahkan ketika tampaknya belum jelas, dan untuk menemukan penghiburan dalam kebersamaan dengan para suster di komunitas. Semoga kita mendapatkan inspirasi dari dua wanita luar biasa ini dan, seperti mereka, terus berjalan dalam iman, percaya bahwa rencana Allah yang sempurna akan terungkap dalam hidup kita, bahkan ketika kita tidak dapat melihat gambaran selengkapnya.
Tentang hal ini madre jendral dalam surat edaran no 1019 mengatakan bahwa Madre Mazzarello, dalam perjalanan kekudusannya memupuk kepercayaan yang besar dan iman yang kuat kepada Tuhan. Dalam komunitas yang dipimpin olenya, kehangatan hubungan manusiawi yang terbuka
diselaraskan dengan keyakinan sederhana dan mendalam di hadirat Tuhan dan semua ini mencitpakan susasan tertentu yang istimewa. Dan bagi Madre Mazzarello hanya ada satu cara mencapai kekudusan yang dijamin oleh keutamaan kehidupan bathin dan Madre Mazzarello mengusulkan untuk merenungkan dan menghayati Cinta Kasih dari sang Perawan suci Penolong Umat Kristiani saat dia memuliakan Allah”.
Pertanyaan untuk direnungkan
- Bagaiamanakah kehadiranku di dalam komunitas “ meneguhkan komunitas atau menghancurkannya ¿
- Apakah saya berusaha untuk meneladani Bunda Maria yang senantiasa “menghawatirkan” sesamanya ¿
- Keutamaan/kebajikan apa yang dapat saya pelajari dari kisah pertemuan Maria dan Elisabeth ¿
- Mari kita berdoa agar Tuhan memberi kita rahmat untuk hidup dalam persekutuan penuh satu dengan yang lain, tidak bertikai satu sama lain, dan saling mendoakan, dan membuka diri bagi orang lain.”
(María Dolores Ruíz Pérez)