Ringkasan Dokumen Vatikan tentang Ekologi Integral
Beberapa Dikasteri Vatikan bekerja sama untuk menerbitkan sebuah dokumen berjudul “Melangkah untuk merawat rumah bersama”, yang menawarkan panduan bagi semua orang Kristen tentang bagaimana menjaga hubungan yang sehat dengan Ciptaan.
Meskipun dokumen ini sudah keluar sejank tanggal 18 Juni 2020, ada baiknya kita merevisi kembali panduan kepada umat Katolik, dan semua orang Kristen ini, agar kita bisa mangamalkan dengan baik ajaran Laudato Si, serta mendengar seruan Bumi dan seruan orang miskin.
Berjudul “Melangkah untuk merawat rumah bersama”, dokumen ini bertepatan dengan ulang tahun kelima ensiklik Paus Fransiskus, Laudato Sì, yang ditandatangani pada 24 Mei 2015 dan diterbitkan pada 18 Juni di tahun yang sama.
Dokumen tersebut disusun oleh “Kerja sama Antar-dikasteri Takhta Suci tentang Ekologi Integral”, yang didirikan pada tahun 2015 untuk mengevaluasi cara terbaik untuk memajukan dan menerapkan ekologi integral.
Lembaga-lembaga yang terhubung dengan Takhta Suci, bersama dengan beberapa Konferensi para Uskup, dan organisasi-organisasi Katolik, membentuk komite itu.
Teks yang ditulis sebelum pandemi Covid-19, menyoroti pesan utama Laudato Sì: Semuanya terhubung; setiap krisis tertentu merupakan bagian dari satu krisis sosial-ekologis yang kompleks yang menuntut pertobatan ekologis yang sesungguhnya.
Bagian Pertama:
Pendidikan dan pertobatan ekologis
Bagian pertama dokumen itu dibuka dengan mengingatkan akan perlunya pertobatan ekologis.
Ini melibatkan suatu perubahan mentalitas yang mengantar kita untuk merawat hidup dan alam ciptaan, dialog dengan orang lain, dan kesadaran akan hubungan mendalam di antara masalah-masalah dunia kita.
Prakarsa-prakarsa seperti “Musim Penciptaan” (Season of Creation [pada setiap bulan September dan Oktober]), dikatakan, harus ditingkatkan, bersama dengan tradisi-tradisi monastik yang mengajarkan kontemplasi, doa, karya, dan pelayanan. Prakarsa-prakarsa ini bisa membantu mendidik orang dalam menjaga keseimbangan hidup pribadi, sosial, dan ekologis yang saling terkait.
Melindungi hidup dan memajukan keluarga
Lalu, dokumen menegaskan kembali sentralitas hidup dan pribadi manusia, karena “alam tidak dapat dibela tanpa membela hidup setiap manusia.” Dari fakta ini lahirlah kebutuhan untuk mengembangkan konsep “dosa melawan hidup manusia” di kalangan generasi-generasi yang lebih muda, yang dapat membantu membedakan “budaya membuang” dengan “budaya peduli”.
Dokumen ini juga sangat menekankan keluarga sebagai “pelaku utama ekologi integral”. Bila keluarga bertumpu pada prinsip-prinsip dasariah “persekutuan dan kesuburan”, keluarga dapat menjadi “tempat istimewa untuk pendidikan di mana orang belajar menghormati manusia dan Ciptaan.” Oleh karena itu, negara-negara didesak untuk “memajukan kebijakan cerdas bagi pengembangan keluarga.”
Sentralitas sekolah dan universitas
Pada saat yang sama, sekolah-sekolah diajak untuk mendapatkan “tempat sentral baru”, dengan kata lain, menjadi tempat untuk mengembangkan kemampuan penegasan, pemikiran kritis, dan tindakan yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dokumen menawarkan dua saran: (1) untuk memfasilitasi hubungan antara rumah, sekolah, dan paroki; dan (2) untuk mengadakan proyek-proyek pelatihan bagi “kewarganegaraan ekologis”, yang semestinya memajukan di antara orang-orang muda “suatu model baru aneka hubungan” yang melampaui individualisme, guna mengembangkan solidaritas, tanggung jawab, dan kepedulian.
Universitas-universitas diundang untuk memusatkan kurikulum-kurikulum mereka pada kekuatan ekologi integral. Melalui Tri Dharma pengajaran, penelitian, dan pelayanan kepada masyarakat, universitas-universitas harus mendorong mahasiswa untuk melibatkan diri ke dalam “profesi-profesi yang memfasilitasi perubahan lingkungan yang positif”. Dokumen menyarankan secara khusus agar para mahasiswa “mempelajari teologi Ciptaan, yang mengungkapkan hubungan manusia dengan dunia”, sementara tetap sadar akan kenyataan bahwa merawat alam Ciptaan membutuhkan “pendidikan ber-kelanjutan” dan “kesepakatan pendidikan” yang sebenarnya di antara semua lembaga yang terlibat dalam pendidikan itu.
Dialog ekumenis dan antaragama
Dokumen ini juga menegaskan kembali bahwa “komitmen untuk merawat rumah kita bersama adalah bagian integral dari kehidupan Kristen”, dan bukan pilihan sekunder. Lebih jauh lagi, perawatan rumah kita bersama merupakan “medan yang istimewa” untuk membangun dialog dan kerja sama ekumenis dan antaragama. “Hikmat kebijaksanaan” yang ditemukan dalam berbagai agama, dikatakan, dapat mendorong suatu gaya hidup “kontemplatif dan ugahari” yang mengarah pada “mengatasi kerusakan planet.”
Ekologi media
Bagian pertama dokumen diakhiri dengan suatu bab tentang komunikasi dan “analoginya yang mendalam” dengan perawatan rumah kita bersama. Keduanya, sebenarnya, berdasarkan pada “persekutuan, hubungan, dan keterkaitan”.
Dalam konteks “ekologi media”, media didesak untuk menyoroti keterkaitan antara “nasib manusia dan lingkungan alam”, seraya memberdayakan masyarakat, dan memerangi “berita palsu”.
Bagian kedua:
Ekologi integral dan pengembangan manusia integral
Bagian kedua dokumen dibuka dengan tema makanan, seraya merujuk kepada kata-kata Paus Fransiskus: “setiap kali makanan dibuang, itu seolah-olah mencuri dari meja orang miskin” (LS 50). Karena itu, membuang makanan dikutuk sebagai tindakan ketidakadilan.
Dokumen menyerukan peningkatan pertanian “dengan “diversifikasi yang berkelanjutan”, pembelaan produsen kecil dan sumber daya alam, dan kebutuhan mendesak akan pendidikan tentang makanan yang sehat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Ada pula seruan kuat untuk memerangi fenomena seperti perampasan tanah dan proyek agro industri besar yang mencemari lingkungan, serta seruan untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Gema seruan ini dapat ditemukan juga dalam bab khusus tentang air dan aksesnya yang merupakan “hak asasi manusia yang hakiki”. Di sini ada pula seruan untuk menghindari pemborosan dan melampaui kriteria pemanfaatan yang mengarah pada privatisasi sumber kebaikan alam ini.
Berinvestasi dalam energi terbarukan
Demikian juga ada ajakan untuk mengurangi polusi, menghilangkan karbon dari sektor energi dan ekonomi, dan berinvestasi dalam energi “yang bersih dan terbarukan”, yang harus bisa diakses oleh semua.
Lautan dan samudera juga menjadi pusat ekologi integral, sebab merupakan “paru-paru biru planet, dan mem-butuhkan tata kelola yang berfokus pada kebaikan bersama seluruh keluarga umat manusia dan didasarkan pada prinsip subsidiaritas (ditangani mulai dari tingkatan paling bawah).
Dokumen juga menekankan urgensi untuk mengembangkan “ekonomi sirkular” yang tidak diarahkan pada eksploitasi berlebihan sumber daya produktif, tetapi pada pemeliharaan jangka panjangnya, sehingga dapat digunakan kembali. Kita harus mengatasi konsep “limbah yang harus dibuang”, karena semuanya memiliki nilai. Namun, ini hanya akan dimungkinkan melalui interaksi positif antara inovasi teknologis, investasi dalam infrastruktur berkelanjutan, dan pertumbuhan produktivitas sumber daya.
Sektor swasta diminta untuk bertindak transparan dalam rantai pasokan. Dokumen selanjutnya menyerukan perubahan dalam hal subsidi bahan bakar fosil dan pungutan pajak atas emisi CO2.
Perkembangan sosial ekonomi
Di bidang ketenagakerjaan, dokumen mengungkapkan harapan untuk memajukan pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan, sehingga kemiskinan bisa diberantas dan mereka yang terpinggirkan dapat menemukan jalan-jalan menuju peningkatan sosial dan profesional. Diserukan juga perlunya pekerjaan yang layak, upah yang adil, upaya-upaya untuk memerangi pekerja anak, dan ekonomi inklusif yang mendukung nilai keluarga dan keibuan, bersamaan dengan pencegahan dan pemberantasan “bentuk-bentuk perbudakan baru”, seperti perdagangan manusia.
Dokumen mengatakan bahwa dunia keuangan perlu memainkan perannya, yang bertujuan demi “keutamaan kesejahteraan bersama” dan berupaya untuk mengakhiri kemiskinan. “Pandemi Covid-19”, menurut dokumen ini, “menunjukkan bagaimana unsur-unsur sistem dipertanyakan, ketika sistem itu mengurangi kesejahteraan, memungkinkan spekulasi bahkan dalam situasi kemalangan, dan menindas orang-orang yang paling miskin”.
Dokumen mendesak pemerintah-pemerintah untuk menutup tempat-tempat aman untuk menghindari pajak, memberi sanksi kepada lembaga keuangan yang terlibat dalam operasi ilegal, dan menjembatani kesenjangan antara mereka yang memiliki akses ke kredit dan mereka yang tidak. Semua didesak untuk memajukan “suatu gaya pengelolaan harta milik Gereja yang diilhami oleh transparansi, koherensi, dan keberanian”, berdasarkan perspektif keberlanjutan yang integral.
Masyarakat sipil, perang melawan korupsi, hak atas perawatan kesehatan
Menyangkut institusi-institusi sipil, dokumen menekankan “keunggulan masyarakat sipil”, yang harus dilayani oleh politik, pemerintah, dan para pejabat. Diserukan suatu globalisasi demokrasi yang riil, sosial, dan partisipatif, dan suatu visi jangka panjang berdasarkan keadilan, moralitas, dan perang melawan korupsi.
Dokumen mengatakan bahwa aspek penting ialah peningkatan akses kepada keadilan untuk semua, termasuk orang-orang miskin, mereka yang terpinggirkan, yang dikucilkan. Dokumen juga mendorong pemerintah untuk “memikirkan kembali dengan bijaksana” sistem penjara, demi memajukan rehabilitasi para tahanan, terutama orang-orang muda yang menjalani masa tahanan hukuman pertama mereka.
Kemudian, dokumen membicarakan sistem perawatan kesehatan, seraya menyebutnya “suatu soal kewajaran dan keadilan sosial.” Ditegaskan kembali pentingnya hak atas perawatan medis. “Ketika jaringan-jaringan ekologis mengalami degradasi”, demikian kata dokumen, “jaringan sosial juga rusak. Dalam kedua hal tersebut, akibatnya ditanggung oleh orang-orang termiskin”. Dokumen ini menawarkan saran-saran konkret, termasuk pengujian tentang bahaya yang terkait dengan “penyebaran cepat epidemi karena virus dan bakteri”, dan peningkatan perawatan paliatif.
Pentingnya masalah iklim
Akhirnya, dokumen antardepartemen Vatikan ini meneliti masalah perubahan iklim, dengan mengatakan bahwa masalah itu memiliki “sangkut paut lingkungan, etika, ekonomi, politik, dan sosial yang mendalam” yang “terutama berdampak pada orang miskin.” Oleh karena itu, pertama-tama kita memerlukan “model pembangunan baru” yang mengaitkan perjuangan melawan perubahan iklim dengan perjuangan melawan kemiskinan, yang “selaras dengan Ajaran Sosial Gereja”.
Mengingat bahwa “tidak seorang pun yang bertindak sendirian”, dokumen tersebut menyerukan komitmen untuk pembangunan berkelanjutan yang “rendah karbon” untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Saran-saran yang diajukan dalam bidang ini mencakup reboisasi wilayah-wilayah seperti hutan hujan Amazon, dan juga dukungan untuk proses internasional yang bertujuan mendefinisikan kategori “pengungsi iklim” untuk memastikan bahwa mereka mendapat “perlindungan hukum dan kemanusiaan yang mereka butuhkan.”
Upaya yang dilakukan oleh Negara Kota Vatikan
Bab terakhir dokumen ini dipersembahkan pada komitmen Negara Kota Vatikan.
Ada empat bidang kerja di mana maksud Laudato Si diterapkan, yakni: (1) perlindungan lingkungan hidup (mis. pengumpulan sampah terpilah yang telah dibuat di semua kantor Vatikan); (2) perlindungan sumber daya air (mis. sirkuit tertutup untuk air mancur); (3) perawatan untuk kawasan hijau (mis. makin mengurangi produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan tanaman); (4) pengurangan konsumsi sumber daya energi (misalnya pada tahun 2008 dipasang suatu sistem tenaga surya di atap Nervi Hall, dan sistem-sistem penerangan baru yang hemat energi di Kapel Sistine, Lapangan Santo Petrus, dan Basilika Vatikan, yang mengurangi biaya masing-masing 60, 70, dan 80 persen).
Diterjemahkan oleh P. Martin Harun, OFM